Sabtu, 17 November 2018

ANALISA PERBANDINGAN CYBER LAW

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada era globalisasi dan milenial saat ini kejahatan cybercrime makin banyak beriringan dengan perkembangan teknologi, dimana dapat membuat dampak negatif maupun positif. Dengan demikian perlu adanya sebuah peraturan yang jelas dan tegas tentang adanya kejahatan pada dunia siber.

Cyber law atau yang biasa disebut hukum system informasi hadir sebagai pengendali pelanggaran untuk cybercrime. Hukum konvensional mengatur perilaku suatu individu atau kelompok individu agar tidak melakukan suatu pelanggaran yang telah disepakati bersama yang dapat merugikan pihak lain. Cyberlaw sama dengan hukum konvensional, perbedaannya yaitu cyberlaw diaplikasikan untuk dunia maya seperti Internet, dimana ruang dan waktu tidak diperlakukan sebagaimana penerapannya dengan hukum konvensional.

Aspek cyber law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia maya. Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law, yaitu : Copy Right, Trademark, Defamation, Hate Speech, Hacking, Viruses, Illegal Access, Regulation Internet Resource, Privacy, Duty Care, Criminal Liability, Procedural Issues (Jurisdiction, Investigation, Evidence, dll.), Electronic Contract, Pornography, Robbery, Consumer Protection, E-Commerce, E- Government.

2. Batasan Masalah

Ketepatan cyber law untuk menanggulangi cyber crime di Indonesia
Perbandingan cyber law di Indonesia dengan negara lain.

3. Tujuan Penulisan

Mempelajari apa itu cyberlaw
Mengetahui cyberlaw di negara lain
Membandingkan cyberlaw di Indonesia dengan negara lain.

4. Metode Penelitian

Mengambil data kasus pada media online dan menganalisis kasus tersebut


LANDASAN TEORI


1. Pengertian Cyber Law

Cyber law yaitu istilah yang digunakan untuk sesuatu yang merujuk pada hukum tumbur dalam media dunia maya. Cyberlaw berhubungan dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributive dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan. Lawrence Lessig dalam karyanya yang berjudul Code and Other Laws of Cyberspace mendeskripsikan tiga mode utama regulasi internet, yaitu:

Hukum kode pantai timur, dimana kegiatan di internet merupakan subjek dari hukum konvensional.

Arsitektur kode pantai timur, dimana mekanisme ini memperhatikan parameter dari bias atau tidaknya informasi yang dikirimkan lewat internet.

Pasar yang sejalan dengan dengan norma-norma tersebut yang mengatur kegiatan di internet.


2. Urgensi Pengaturan Cyberlaw di Indonesia

Terdapat 3 jenis urgensi pengaturan cyberlaw di Indonesia, yaitu :

- Kepastian hukum yang masih labil

- Untuk antisipasi timbul implikasi-implikasi yang berakibat adanya pemanfaatan teknologi informasi

- Adanya variable global, yaitu pasar bebas dan pasar terbuka


3. Ruang Lingkup Cyberlaw di Indoneisa

Hukum publik : Jurisdiksi, etika kegiatan online, perlindungan konsumen, anti monopoli, persaingan sehat, perpajakan, regulatory body, data protection dan cybercrimes

Hukum privat : HAKI, E-Commerce, Cyber Contract, Privacy, Domain Name, dan Insurance.


4. Computer Crime Act (Malaysia)

Pada tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya. The Computer Crime Act mencakup, yaitu:

- Mengakses material komputer tanpa ijin

- Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain

- Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya

- Mengubah / menghapus program atau data orang lain

- Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi.


5. Council of Europe Convention on Cyber Crime

Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, yaitu dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional. Tujuan utama konvensi ini yaitu untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan sebagai perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional. Selain itu konvensi ini bertujuan terutama untuk :

Harmonisasi unsur-unsur hukum domestik pidana substantif dari pelanggaran dan ketentuan yang terhubung di bidang kejahatan cyber.

Menyediakan form untuk kekuatan hukum domestik acara pidana yang diperlukan untuk investigasi dan penuntutan tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan bentuk elektronik.

Mendirikan cepat dan efektif rezim kerjasama internasional.

Perbedaan dari ketiga di atas yaitu :

Cyberlaw merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut. Jadi, setiap negara mempunyai cyberlaw tersendiri. Sedangkan Computer Crime Law (CCA) merupakan Undang-undang penyalahan penggunaan Information Technology di Malaysia. dan Council of Europe Convention on Cybercrime Merupakan Organisasi yang bertujuan sebagai pelindung masyarakat dari kejahatan di dunia Internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada di seluruh dunia. Jadi perbedaan dari ketiga peraturan tersebut adalah sampai di mana jarak aturan itu berlaku. Cyberlaw berlaku hanya berlaku di Negara masing-masing yang memiliki Cyberlaw, Computer Crime Law (CCA) hanya berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang berada di Negara Malaysia dan Council of Europe Convention on Cybercrime berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang ada di seluruh dunia.


STUDI KASUS

Contoh kasus yang saya ambil, yaitu terjadi pada tahun 2015 (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/01/07/nht57p-perlu-cyber-law-untuk-berantas-cyber-crime) dimana pada saat itu cybercrime sedang marak-maraknya terjadi. Pemerintah didesak membuat paying hukum yang lebih khusus dalam menangani kejahatan melalui teknologi.

Menurut Bambang Umar, seorang kriminolog Universitas Indonesia menegaskan Indonesia perlu undang-undang yang lebih khusus menjangkau cybercrime. Karena cybercrime termasuk dalam tindak pidana khusus, yang diringi dengan penanganan yang khusus juga. Penegakan hukum melalui teknologi masih belum bisa diakomodir secara maksimal hanya dengan UU ITE, karena cybercrime merupakan tindakan yang unik karena tidak malakukan kontak fisik.

Kecendrerungan lainnya yaitu para pelaku yang kebanyakan masih anak muda, biasanya masih perlu eksistensi, cyber law di Indonesia dibutuhkan karena untuk menjangkau anak-anak muda yang pintar ini, karena jaringannya sudah sampai di luar negeri yang dimana polisi Indonesia masih belum bisa mengjangkau hal ini.

Dalam analisa saya, Indonesia sebaiknya cepat tanggap dengan cyberlaw, karena Indonesia masih labil dengan hukum cybercrime seperti ini, selain itu perlu adanya kerjasama baik polisi Indonesia maupun dengan komite Internasional agar sinergi kerja untuk memberantas kejahatan di dunia maya ini cepat dicegah dan diselesaikan sesuai dengan hukum yang adil.


KESIMPULAN

Dari kasus tersebut terdapat kesimpulan, cyberlaw seharusnya berdampingan dengan cybercrime yang marak saat ini, pemerintah harus membuat peraturan yang lebih tegas agar segala kegiatan dalam dunia internet akan berjalan lancar tanpa adanya cybercrime, supaya para penjahat dunia maya tersebut akan kapok dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.


























Sumber :

http://etikaprofesi.weebly.com/latar-belakang-cyber-law.html

Eddy O.S Hiariej (Cyber Law)

http://dewi_anggraini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/47370/Perbandingan+Cyberlaw.pdf

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/01/07/nht57p-perlu-cyber-law-untuk-berantas-cyber-crime

Analisa RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank Indonesia tentang internet banking)

PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang

Berkembangnya teknologi informasi merupakan bagian penting dari kegiatan masyarakat dunia khususnya Indonesia. Saat ini dunia perbankan dimana-mana hampir seluruh sistem pembayaran dilakukan secara elektronik (paperless). Dari perkembangan teknologi informasi tersebut, para pelaku usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur yang penting dalam proses inovasi terutama dalam hal produk dan jasa.

Internet banking yaitu bukan suatu hal yang asing bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya perbankan nasional yang mengadakan layanan tersebut. Diadakannya internet banking dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi, pada pelaksanaanya membuat 2 sisi yang berbeda yaitu satu sisi membuat jalannya transaksi perbankan menjadi lebih mudah, akan tetapi di sisi lain membuatnya semakin berisiko.

Salah satu risiko yang dapat terjadi dalam mengadakan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau penipuan melalui internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban, oleh karena itu diperlukan peningkatan keamanan internet banking antara lain melalui standarisasi pembuatan aplikasi internet banking.


2. Batasan Masalah

Bagaimana RUU tentang ITE dapat berjalan sesuai dengan pelaksanaan peraturan Bank Indonesia tentang Internet Banking


3. Tujuan Penulisan

Mengetahui alasan RUU ITE pada Internet Banking
Mempelajari regulasi pada kegiatan Internet Banking

4. Metode Penelitian

Dalam penulisan ini penulis mengambil data dari media online dan menganalisa kasus tersebut


LANDASAN TEORI


    Bank

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut undang-undang perbankan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

    Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Salah satu tugas pokok Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah mengatur dan mengawasi bank.

    Internet

Internet (kependekan dari interconnection-networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar sistem global Transmission Control Protocol/Internet Protocol Suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia.Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet.

STUDI KASUS

Contoh kasus yang saya ambil, yaitu terjadi pada tahun 2012 (http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol5108/bi-segera-susun-regulasi-penyelenggaraan-iinternet-bankingi) dimana BI segara susun regulasi penyenggaraan internet banking di Indonesia karena pada saat itu ketentuan yang ada belum memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengguna internet banking di Indonesia

Penyelenggaraan internet banking didasari menurut SK No. 27/164/KEP/DIR dan SE No 27/9/UPPB tanggal 31 Maret 1995. Ketentuan tersebut dirasakan belum memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengguna internet banking di Indonesia.

Dengan banyaknya kasus yang terjadi, para pihak bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pada nasabahnya. Dalam hal ini BI agak lambat dalam menyikapi perkembangan teknologi untuk mengadakan internet banking.

Menurut Rene Setyawan, Direktorat Penelitian & Pengaturan Perbankan BI, dalam sebuah seminar di Surabaya. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berekaitan pembuatan aturan dalam  penyelenggaraan internet banking. Satu hal yang tidak bisa dikesampingkan, pengaturan perbankan nantinya tidak terfokus pada pengunaan teknologi, melainkan pada peraturan itu sendiri.

Dalam analisa saya, Indonesia khususnya Bank Indonesia sebaiknya memperhatikan regulasi-regulasi yang dapat memperhatikan para nasabah masyarakat Indonesia agar dapat aman untuk menjalankan kegiatan Internet Banking yang dimana kegiatan tersebut dapat mempermudah masyarakat dalam kegiatan elektronik, khususnya dalam bidang produk dan jasa

KESIMPULAN

Dari kasus tersebut terdapat kesimpulan, RUU ITE tentang Internet Banking sebaiknya digagas agar para masyakarat Indonesia dapat menikmati layanan Internet Banking dengan aman dan nyaman hingga tidak dapat terjadi kerugian para nasabah. Hal ini akan terus berkaitan dengan perkembangan teknologi yang ada.


Sumber :

http://ayuuuunya.blogspot.co.id/2015/07/ruu-tentang-informasi-dan-transaksi.html

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol5108/bi-segera-susun-regulasi-penyelenggaraan-iinternet-bankingi